Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
denpasar, bali, Indonesia
penulis bebas nilai yang niat menulisnya tidak sejalan dengan ide menulisnya. salam kenal. aditlazu.

Tenggelamnya Pulau Bali!!!


Oleh: Lazuardi Aditya Ramadhan,
( Wakil Presiden Mahasiswa BEM PM UNUD 2013)

Hai oya hayo Kembalikan Bali ku padaku (2x), Laut nan menderu, Gunung nan membiru, Tanah pusakaku, Berawan kelabu… (potongan lirik lagu kembalikan Baliku – Guruh Sukarno Putra)
            Pulau Bali merupakan pulau yang menjadi primadona wisatawan untuk datang berkunjung ke Indonesia. Berkat buku yang ditulis oleh Miguel Cavarubias, yang terbit pada tahun 1937 yang berjudul, The Island of Bali membuat pulau kecil yang kurang terjamah saat itu menjadi mulai dilirik oleh pengunjung atau wisatawan baik domestic maupun asing. Dalam buku tersebut dibangun pula citra bali yang spesifik dan mampu mengundang minat wisatawan untuk berkunjung. Atas jasa jasanya, kemudian Bali dikenal dengan puja puji sebagai the island of God, the thousand of temples, the last paradise of the world, visit Bali before you die, dan lain lain.
Sejak tahun 1970 pulau bali mulai digandrungi oleh wisatawan mancanegara mulai lancer dan bahkan mulai sulit untuk dikendalikan dengan tidak terkendalinya para investor mulai masuk kedalam pembangunan di Bali dengan dalil untuk memajukan Bali yang ditunjuk sebagai tujuan pariwisata. Namun saat ini ketika investor masuk terlalu dalam di sector pembangunan bali baik infrastruktur, maupun aksesbilitas, Bali mulai merasakan munculnya kegelisahan social.
Munculnya hipotesa seperti itu bukan tanpa alasan atau hanya sekedar asumsi dari segelintir pihak saja, karena hal seperti yang disebut diatas itu saat ini merupakan masalah yang benar benar sedang dihadapkan oleh masyarakat Bali ketika mereka merasa sudah tidak lagi memiliki ciri khas, tidak memiliki kepribadian lagi, yang disebabkan karakter mereka harus rela di beli oleh pemilik modal tertinggi yaitu investor, maka tidak salah lagi ketika dikatakan pariwisata Bali akhir-akhir ini menjadi pariwisata yang kapitalis dengan semakin tinggi tingkat masuknya budaya asing dan tergerusnya budaya local.
Sederhana saja, saat ini sangat sedikit wisatawan yang dapat melihat sawah yang terhampar luas, semakin jarangnya bangunan berarsitektur Bali berdiri kokoh karena mereka digerus oleh bangunan-bangunan tinggi, dan hotel-hotel yang sudah bertebaran di kota kota besar, bahkan di daerah pedesaan pun persawahan mulai tergantikan oleh villa villa yang dibangun berdalih meningkatkan sarana-prasarana yang bertujuan untuk mendukung pariwisata Bali. Padahal apabila kita lebih peka saat ini lebih banyak sekali dampak negative yang kita dapatkan daripada dampak positif yang dijanjikan atau dielu-elukan.
Tingkat kunjungan wisatawan Bali saat ini memang masih tinggi namun beberapa peneliti mengatakan bahwa presentase  peningkatannya justru menurun seiring waktu (demishing return), serta tingkat lama tinggal wisatawan di Bali juga sudah menurun drastis dari yang sebelumnya paling sebentar adalah sekitar 2 minggu, saat ini wisatawan hanya betah sampai jumlah harian saja. Gejala tersebut menunjukkan bahwa wisatawan mulai tidak betah atau tidak nyaman lagi untuk tinggal berlama-lama di Bali. Banyaknya keluhan mengenai keadaan pulau Bali sebagi sentra pariwisata budaya sudah mulai memudar. Ketika dulu wisatawan yang datang ke Bali untuk menikmati budaya local, mereka akan tinggal di pedesaan dalam waktu yang lama demi mendapatkan sensasi yang luar biasa ketika mereka melihat upacara, system subak, sangkep, tari-tarian dan alam tentunya. Namun saat ini banyak wisatawan yang merasa ketika mereka datang ke Bali tidak jauh berbeda lagi ketika mereka liburan di negaranya.
Selain hal tersebut saat ini juga Bali sudah mulai mengalami banyaknya masalah masalah seperti, kemacetan, kriminalitas, PSM, intrusi air laut yang sudah meleleh, sempadan sempadan yang sudah dijarah, serta ketidaknyamanan lain yang tidak hanya dirasakan oleh wisatawan saja namun masyarakat Balipun juga mengalaminya. Hal tersebut tidak akan terjadi ketika daya dukung Bali tidak terlampau jauh seperti saat ini, ketika menurut peneliti asal Prancis yang sejak tahun 1985 menyatakan bahwa Bali hanya memerlukan 24.000 kamar hotel, sampai saat ini justru lebih dari 80.000 kamar hotel sudah berdiri tegak belum termasuk hotel-hotel yang sedang dibangun saat ini. Seharusnya pemda tidak termakan oleh besaran PAD, APBD, dan PDRB, dengan pemerintah mengeluarkan moratorium untuk pembangunan yang berkelebihan ini justru pemerintah akan dijadikan sebagai pahlawan bagi pulau Bali.
Jika diajak untuk berbicara tentang pemerintah, sebenarnya pemerintah seharusnya bisa jeli melihat apa sebenarnya permainan para investor di dalamnya, ketika para investor masuk ke dalam proyek pembangunan yang terus mengatakan demi memajukan Bali, peningkatan ini akan sejalan dengan meningkatnya pula nilai pajak bagi pembangunan yang akhirnya membuat masyarakat kecil seperti petani akan tidak kuat lagi menjalani hidup sebagai petani, sehingga mereka akan menjual lahan mereka kepada para investor yang kemudian akan kembali melakukan pembangunan yang sebenarnya hanya akan menguntungkan pihaknya saja, seperti itu memang praktik dari kapitalisme yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terinjak.
Muncul kemudian pikiran yang menanyakan apakah sebenarnya masih layak pulau Bali ini menjadi daerah tujuan wisata? Ketika para wisatawan yang sebenarnya datang ke Bali menginginkan hal yang dahulu kala mereka dapatkan disini yakni ke orisinilan Bali tetapi saat ini mereka tidak dapatkan. Maka mereka akan lebih berfikir untuk mengunjungi destinasi lain yang dapat memuaskan hasrat mereka. Pembangunan seharusnya tidak lagi difokuskan ke pulau Bali saja tetapi lebih kepada destinasi lain yang lebih membutuhkan seperti daerah timur yang kurang terjamah, yang justru disana mulai tinggi tingkat ketertarikan dari wisatawan untuk berekreasi.
Sehingga diharapkan akan mampu mengurangi tingkat kecemburuan sosial ketika saat ini mereka berpikir bahwa pembangunan hanya dilakukan di pulau Jawa dan Bali saja tanpa melihat potensi potensi lain di daerah lain. Selain itu akan mengurangi jumlah migrasi yang tingkatannya di Bali sudah termasuk tinggi yang ini juga termasuk salah satu penyebab dari tingginya aksi kriminalitas di Bali karena tingginya tingkat stress disini.

Sehingga ujung dari tulisan ini adalah bertujuan untuk menyadarkan masyarakat Bali terhadap pembangunan yang hanya menguntungkan pihak investor saja agar di stop, walaupun efek yang ditakutkan adalah berkurangnya jumlah wisatawan disini sebenarnya hal itu baik ketika hasilnya justru mampu menjaga kearifan budaya local disini dan tidak melupakan aspek komersialnya. Karena ketika kita memberikan kesan berbeda di Bali dengan hanya menyajikan wisata bertema budaya maka wisatawan akan terus berfikir ciri khas atau karakter pulau Bali ini adalah budayanya yang tidak bisa mereka dapatkan di daerahnya atau daerah daerah tujuan wisata lain, sehingga tingkat kunjungan mereka ke Bali tidak mungkin menurun dan bahkan lama tinggal mereka akan panjang sehingga hal tersebut tentu akan sangat menguntungkan bagi masyarakat Bali seutuhnya. Dengan cara itu besar kemungkinan eksistensi Bali tetap tinggi tanpa harus dipegang oleh tangan asing.

0 komentar:

Posting Komentar