Kebhinekaan bagi kemajuan bangsa
Oleh:
Lazuardi Aditya Ramadhan,
(
Wakil Presiden Mahasiswa BEM PM UNUD 2013)
Bhineka Tunggal Ika merupakan
semboyan yang diambil oleh Mpu Tantular dari konsep teologi Hindu yang berbunyi
Bhina Ika Tunggal Ika, Tan Hana Dharma
Mengrawa. Artinya, berbeda beda Dia, tapi satu adanya tak ada ajaran yang
menduakannya. Dalam hal ini semboyan Bhineka Tunggal Ika dijadikan pedoman dari
bangsa Indonesia dalam merangkul keberagaman yang terdapat di Negara kita
Indonesia. Bhineka ini pun dimasukkan kedalam salah satu pilar kebangsaan yang
di antaranya adalah UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. Keempat pilar ini dilahirkan
dalam rangka memajukan Indonesia yang lebih baik.
Sejalan dengan perjalanan bangsa
pasca kemerdekaan muncul factor yang menjadi penghambat dalam realisasi konsep
Bhineka Tunggal Ika itu yang sering ditandai dengan seringnya Indonesia
mengalami disintegrasi bengsa dengan maraknya kekerasan antara suku, konflik
yang berlatarbelakang agama,dan lain sebagainya, serta menjadi sorotan dunia
Internasional. Ada fakor politik, sosial, ekonomi, hukum , HAM dan kebudayaan.
Namun yang paling menjadi perhatian serius oleh masyarakat adalah persoalan
identitas kebangsaan dalam hal ini persoalan kebhinekaan.
Persoalan kebhinekaan ini memang
tidak akan bisa lepas dari perbincangan seluruh kalangan masyarakat karena
keberagaman di Indonesia ini bukan hanya dalam bentuk cerita namun memang
sebuah realita. Suku, agama, ras antar golongan ini merupakan hal nyata dari
sebuah kemajemukan yang menjadi kekayaan bangsa kita. Namun dewasa ini hal yang
menjadi kekayaan bangsa dan menjadi kebanggaan kita justru menjadi momok yang
sering dijadikan latar belakang dari terjadinya perpecahan bangsa yang berujung
kepada konflik nasional.
Permasalahan SARA ini sudah terendus
dari dahulu ketika para pendiri bangsa sudah mencoba untuk memproteksi masalah
ini dengan terteranya pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945, namun pada
kenyataannya di beberapa daerah terjadi intoleransi beragama yang tidak jarang
menyebabkan para penganut agama tertentu mengalami diskriminasi, selain itu
konflik horizontal antar daerahpun tidak dapat terelakan di beberapa kasus.
Hal ni tentunya harus menjadi
perhatian khusus bagi seluruh stake
holder bangsa kita karena melihat kebhinekaan ini sebenarnya bukan
merupakan alasan bagi terjadinya perpecahan sesama masyarakat namun ini
diarahkan kepada bentuk daripada salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia.
Jika kita menoleh lebih jauh
kebelakang melihat sosok yang mengambil semboyan ini yaitu Mpu Tantular, ia
merupakan penganut agama Budha, namun ia terbuka terhadap pemeluk agama lain,
terutama Hindu Siwa. Artinya sebenarnya sudah sejak lama bangsa Indonesia ini
mempraktikan hidup dengan menganut toleran terhadap pluralitas. Ini adalah tradisi dan sudah melekat
serta menjiwai setiap anggota masyarakat. Ini pula yang menciptakan keberagaman
yang rukun dan sudah sangat mengakar pada bangsa Indonesia.
Mantapnya kebhinekaan Indonesia dan
kuatnya perekat kesatuan negara kita tersebut hanya dapat dicapai dengan
mematangkan pendidikan multikultur yang ideal melalui design kebhinekaan yang
mengintergrasikan seluruh aspek pendidikan nilai, pengetahuan, dan keterampilan
hidup manusia dalam masyarakat Indonesia yang multikultur.
Sistem pendidikan saat ini dianggap
kurang dalam mensosialisasikan nilai-nilai seperti humanis, sehingga masih
belum membentuk paradigma manusia yang mampu memahami paradigma
multikulturalisme yang proporsional akibat distorsi-distorsi seperti contohnya
distorsi agama yang kerap dijadikan pembenar bagi terjadinya konflik
antaragama.
Melihat hal diatas maka sebagai
penerus sekaligus tulang punggung bangsa, generasi muda diharapkan mampu
menanamkan semangat toleransi pluralisme, dan penghargaan antar kelompok agar
tetap lestari dan menjadi dasar kehidupan berbangsa. Persepsi generasi muda
tentang persoalan kebangsaan, pluralitas dan kepemimpinan nasional sangatlah
penting dalam rangka mengeksplorasi opini dan sikap publik tentang kebhinekaan
di Indonesia.
Saat ini sangat diperlukan adanya
kelompok-kelompok yang diisi oleh anak muda dalam upaya membangun toleransi
keberagaman dan mendorong semangat kebhinekaan. Pengalaman kehidupan
sehari-hari para pelajar Indonesia serta gagasan-gagasan yang dimiliki oleh
generasi muda harus mulai di tanam, dipupuk, dan di sirami. Karena saat ini
melihat pelatihan atau seminar- seminar yang arahnya kepada semangat
kebhinekaan yang diadakan oleh orang-orang tua dapat dikatakan hanya sebagai
seremonial atau formalitas saja, maka dari itu semangat yang dimiliki oleh
intelektual muda yang idialismenya dapat diadu mungkin harus mulai mendominasi
untuk mengisi semangat multikultur ini. Karena dengan memperluas wacana
kebhinekaan di kalangan anak muda, dalam jangka panjang diharapkan dapat
terbangun secara luas pengejawantahan kebhinekaan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar