Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
denpasar, bali, Indonesia
penulis bebas nilai yang niat menulisnya tidak sejalan dengan ide menulisnya. salam kenal. aditlazu.

Bencana Ekonomi???

Pada akhir abad 20, beberapa Negara di Asia dikatakan mengalami bencana ekonomi dampaknya adalah munculnya ketidakstabilan, ketidakpastian, dan pesimisme global. Bencana apabila dikatakan sebagai kejadian yang tiba-tiba yang menyebabkan kehancuran dan kerugian materiil maupun nonmaterial, maka bencana virtual adalah bencana yang direncanakan berdasarkan scenario. Itu artinya adalah kejadiannya memang muncul secara tiba-tiba namun kejadian terebut sebenarnya sudah disusun atau sudah melalui perhitungan tertentu. Seperti contoh sederhana adalah ketika nilai mata uang dikatakan anjlok, maka kaca mata awam akan mengatakan hal tersebut adalah lumrah adanya yang mana mungkin disebabkan oleh krisis internal yang dialami oleh suatu Negara, namun itu juga merupakan hasil dari bentuk rekayasa dengan memanfaatkan momen-momen tertentu dari peluang krisis tersebut.
            Seperti yang disebut diatas tadi itu adalah yang menjadi kecurigaan dari pakar ekonomi, krisis yang terjadi di beberapa Negara di Asia Tenggara di akhir abad 20 ini terdapat beberapa intervensi peran dari para spekulan di dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Muncul pertanyaan kemudian, siapakah yang menjadi pembuat skenario yang menyebabkan terjadinya bencana tersebut. Misalkan kita sebutkan bahwa ini merupakan hasil dari konspirasi barat yang tidak senang dengan Megatrend Asia seperti sebuah skenario AS yang tidak terlalu senang dengan Asian Renaissance, ini merupakan bentuk dari pemiskinan abadi Negara berkembang.
      Konsep tentang Renaisans Asia atau Megatrend Asia yang selama ini didengung-dengungkan menggambarkan tentang kebebasan Asia dari berbagai ekonomi, dan menjadi  satu kawasan yang memiliki kekuatan raksasa yang mandiri dan dengan gaya yang khas, namun karena terdapat intervensi dari luar seperti contohnya saja IMF yang masuk pasca krisis moneter pada negara-negara yang terkena krisis melaui paket bantuan, dengan persyaratan yang sangat ketat yang pada akhirnya melahirkan ketergantungan atau melegitimasi ketergantungan ekonomi negara di Asia terhadap system kapitalisme global. Dana bantuan IMF ini justru semakin mengukuhkan ketergantungan ekonomi Asia terhadap negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat.
            Ketika persyaratan liberalisasi semakin mengetat maka secara langsung akan memperketat kembali ketergantungan negara-negara berkembang untuk dapat masuk ke dalam belenggu liberalisasi barat. Dengan memanfaatkan IMF sebagai lembaga donor dunia, negara-negara berkembang akan dimudahkan dalam mengajukan pinjaman kepada lembaga tersebut, dan IMF pun akan semakin murah hati menyuntikkan dananya dengan persyaratan yang ketat tentunya, semakin besar utang luar negeri yang selama ini justru menjadi salah satu factor utama krisis ekonomi. Karena ketika kita terbelit utang, kita justru meminjam dana segar untuk membayar utang yang sebelumnya atau istilahnya “tambal sulam”. Hal ini lah yang akhirnya akan membuat negara negara donor semakin leluasa dalam mengontrol negara negara berkembang yang sebenarnya mungkin sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai negara berkembang, namun karena kita sudah terlanjur dibentuk sebagai negara yang selalu bergantung kepada negara pendonor.
           Setelah mengetahui hal tersebut maka akan muncul hal yang mungkin menjadi kebingungan para pengambil keputusan yaitu bagaimana seharusnya strategi pembangunan pascakrisis moneter seharusnya dilakukan. Karena apabila kita tetap menggunakan strategi awal maka akan datang bencana krisis yang lebih besar lagi mengancam. Karena ketika kita hanya melakukan tambal sulam saja maka kita akan menambah paket-paket utang luar negeri kita yang artinya kita menyiapkan perangkap kita di masa mendatang.


Sumber:

Piliang, Y. A. 2011. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Matahari: Bandung.

0 komentar:

Posting Komentar