Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
denpasar, bali, Indonesia
penulis bebas nilai yang niat menulisnya tidak sejalan dengan ide menulisnya. salam kenal. aditlazu.

sosialisasi politik di negara demokrasi

Sosialiasi politik dewasa ini telah memiliki beragam cara. Pemerintah menggunakan berbagai inovasi baru untuk memberikan sosialisasi dari kebijakan politik yang dirumuskan oleh pemerintah.
Sosialisasi politik memiliki definisi Proses dengan mana individu-individu memperoleh pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, dan sifat politik. Adapun sebagai berikut beberapa definisi dari sosialisasi politik menurut para ahli, yaitu sebagai berikut :
·         Kenneth P. Langton
Sosialisasi politik dalam pengertian luas merujuk pada cara masyarakat dalam mentransmisikan budaya politiknya dari generasi ke generasi
·         Richard E. Dawson
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
·         Dennis Kavanagh
Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses di mana individu belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi terhadap politik.
·         Prewitt dan Dawson
Sosialisasi politik didefinisikan sebagai proses bagaimana warga negara memperoleh pandangan-pandangan politik yang merupakan perkumpulan cara yang telah menjadi pegangan bagi kehidupan politik bangsanya.
 Sosialisasi merupakan salah satu fungsi dari system politik. Gabriel Almond mengatakan bahwa fungsi politik terdiri dari 7 fungsi, yaitu :
1.      Fungsi Input (dilakukan infrastruktur politik)
a.       Sosialisasi dan rekruitmen politik
b.      Agregasi kepentingan
c.       Artikulasi kepentingan
d.      Komunikasi politik
2.      Fungsi Output (dilakukan oleh suprastruktur politik)
a.       Rule making (pembuatan peraturan)
b.      Rule application (pelaksanaan peraturan)
c.       Rule adjudication (peradilan)
Dari pemaparan tersebut jelas dikatakan bahwa sosialisasi politik dilakukan oleh pemerintah atau mereka yang termasuk dalam infrastruktur politik.
Sosialisasi politik memegang peranan penting bagi Negara Indonesia yang menganut demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos,berarti rakyat, dan kratein yang berarti kekuasaan atau pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan atau kekuasaan rakyat. Berikut pengertian beberapa ahli tentang demokrasi :
·         Miriam Budiardjo (dalam Philipus dan Nurul Aini, 2006, hal 115) mengatakan bahwa demokrasi adalah system organisasi politik dan social yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh.
·         Hoogerwarf (dalam Philipus dan Nurul Aini, 2006, hal 115) mengartikan demokrasi sebagai cara membentuk kebijaksanaan dengan member banyak kemungkinan para anggota kelompok untuk mempengaruhi kebijakan itu.
Adapun tujuan demokrasi, menurut J.J Rousseu (1986, dalam Philipus dan Nurul Aini, hal 116) tujuan demokrasi adalah membuat manusia dapat hidup dengan baik. Oleh karena itu, biarkanlah manusia mengurus dirinya sendiri dan menentukan apa yang menjadi keinginannya, jangan mereka dipengaruhi. untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka dipilihlah seorang pemerintah atau dengan kata lain pemerintah bekerja untuk rakyat maka harus ada control dari masyarakat karena pemerintah seringkali lupa diri. Manusia yang ideal adalah manusia yang murni dan lugu karena manusia yang pandai hanya menciptakan malapetaka saja.
Sosialisasi politik di Negara demokrasi banyak dilakukan untuk membuat individu mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik (Rafael Raga Maran, 2007, hal 135). Proses dengan mana individu-individu memperoleh pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, dan sifat politik (Alex Thio, 1989, 412)
 Proses sosialisasi politik berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, non formal dan informal maupun tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.
Seperti contoh sosialisasi politik sering kali dilakukan oleh partai politik. mereka melakukan pendidikan politik melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan untuk menyebarkan nilai, norma dan simbol yang dianggap ideal dan baik.
Namun sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai ialah upaya menciptakan citra bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Hal tersebut sangat penting apabila dikaitkan dengan tujuan utama dari partai politik yaitu menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai politik mencari citra sebagus mungkin untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat menyampaikan budaya politik  yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan factor penting dalam terbentuknya budaya politik suatu bangsa.
Tujuan dari sosialisasi politik itu sebenarnya mungkin ialah mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam politik dimana itu sangat penting dalam kehidupan di Negara yang menganut demokrasi yang dimana rakyatnya yang berperan penting terhadap kemajuan di negaranya. Maka sosialisasi harus dilakukan, masyarakat awam biasanya masa bodoh dengan apa itu politik karena mereka berpikir tidak ada gunanya mengurusi hal yang masih tabu bagi mereka, mereka menganggap politik itu hanya milik orang-orang yang ada dalam gedung kepemerintahan, politik itu hanya milik orang berdasi dan membawa koper saja, politik itu hanya milik orang yang taraf hidupnya tinggi, mereka tidak akan berpikir bahwa mereka juga memiliki peran penting dalam perkembangan politik di Negara kita. Masyarakat masih harus di berikan sosialisasi agar mereka ikut berartisipasi dalam dunia politik.
Seperti yang dipaparkan oleh Milbrath dan Goel, dalam piramida pola partisipasinya mereka memperlihatkan bahwa masyarakat di Amerika dapat dibagikan dalam 3 kategori: antara lain: pemain (gladiators), penonton (spectators), dan Apatis (apathetic), dimana dalam presentase nya pemain  atau orang yang aktif dalan dunia politik hanya 5-7% saja, penonton atau masuarakat yang menggunakan hak suaranya secara minimal  sebanyak 60%, dan masyarakat apatis atau masyarakat yang sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya  sebanyak 33%. Terlihat jelas disana dimana jumlah masyarakat yang aktif hanya berkisar 7% saja dari seluruh masyarakat di Amerika dan sisanya menggunakan hak suara atau hak pilihnya secara minimal dan bahkan tidak menggunakannya sama sekali.
Kembali ke Negara kita Indonesia, Negara berkembang ini ialah salah satu Negara demokrasi yang ada sebagai konsekuensinya, di sini kita sudah mengadakan pemilu sebanyak sepuluh kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1999, 2004, 2009. Secara spesifik dunia internasional memuji, bahwa Pemilu Tahun 1999 sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, dan adil dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik 92,7%, sehingga Indonesia dinilai telah melakukan lompatan demokrasi.

Namun memasuki awal reformasi tingkat partisipasi politik menurun dimana dapat disimpulkan seperti itu karena meningkatnya jumlah golput di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa munculnya pemikiran apatis dari masyarakat terhadap perpolitikan di Negara kita. Pemikiran ini sungguh sangat mengkhawatirkan buat Negara kita karena dimana Negara kita menganut paham demokrasi, namun para tokoh pemerannya tidak ikut berperan aktif didalamnya. Ini dapat berimplikasi melumpuhkan demokrasi karena mersotnya kredibilitas partai polotik sebagai pembangkit partisipasi politik.
Lalu setelah terjadi kenyataan seperti ini, maka timbulah pertanyaan, “apa sebenarnya factor yang mempengaruhi sikap partisipan?” jawabanya mungkin ada beberapa factor, antara lain:
·         Pendapatan
·         Pendidikan
·         Pekerjaan
·         Jenis kelamin
·         Umur
Dimana biasanya masyarakat berpendapatan tinggi lebih aktif dalam berpartisiasi daripada masyarakat berpendapatan rendah, orang berpendidikan tinggi lebih aktif dibandingkan orang yang berpendidikan rendah, pebisnis lebih aktif dibandingkan buruh atau pembantu, pria lebih aktif disbanding wanita, setengah baya (35+) lebih aktif daripada orang berusia dibawah 35 tahun.
Disinilah penting adanya sosialisasi politik yang berfungsi untuk membuat individu mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Seperti contoh di amerika, sebagai hasil riset survey ke dalam sosialisasi politik, David Easton dan Robert Hess (dalam rush Michael dan Phillip Althoff, 2007, hal 51) mengemukakan, bahwa disana anak usia tiga tahun sudah mulai belajar politik, dan memantapkannnya pada usia 7 tahun. Tahap tahap awal, mereka menanamkan sikap patriotism yang menjadi salah satu pondasi dari pembelajaran politik itu. Easton dan Hess menemukan bahwa anak-anak yang muda memiliki kepercayaan pada “keindahan negerinya” dan pada “kebaikan serta kebersihan rakyatnya.” Pendidikan awal itu diikuti dengan pengenalan terhadap symbol-simbol yang dapat dilihat dari otoritas umum seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia Sembilan atau sepuluh tahun akan muncul lebih banyak kesadaran mengenai konsep abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga Negara didalam system politik. Semakin tua lagi anak-anak akan menjadi lebih menyadari Presiden sebagai hirarki pemerintahan yang lebih kompleks.
Easton dan Dennis (dalam rush Michael dan Phillip Althoff, 2007, hal 57) mengutarakan empat tahap dalam sosialisasi diri anak-anak:
1.      Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden, dan polisi
2.      Perkembangan perbedaan antara otoritas internal dan  yang eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah
3.      Pengenalan mengenai institusi – institusi politik yang impersonal, seperti kongres, mahkamah agung, dan pemilihan umum (pemungutan suara).
4.      Perkembangan pembedaan antara institusi – institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi – institusi ini, sehingga gambaran yang diidealisir mengenai pribadi-pribadi khusus seperti presiden atau seorang anggota kongres telah di alihkan kepada kepresidenan dan kongres.
Ini mengidentifikasikan akan pentingnya sosialisasi politik mulai dari anak usia dini untuk menanamkan sikap peduli akan apa yang menjadi konsekuensi masyarakat demokrasi untuk memajukan Negara sejak kecil.
Selain itu media juga berpengaruh penting untuk ikut mensosialisasikan kepada masyarakat akan pentingnya politik untuk kemajuan Negara demokrasi. Dimana kita tau bahwa media massa merupakan alat utama untuk menyebarkan informasi lantaran mudah mengaksesnya dan banyak jenisnya. Media massa yang banyak digunakan antara lain: Koran, Televisi, dan Internet juga berperan besar dalam pembentukan sikap masyarakat terhadap politik. Namun tidak semua media massa membentuk sikap peduli akan politik, bisa juga media massa membentuk sikap apatis dari masyarakat karena media massa tidak hanya memberikan informasi yang baik, media massa juga tidak jarang memberi informasi dari kejelekan politik yang membuat masyarakat tidak percaya lagi dengan apa yang disebut dengan politik karena masyarakat berpikir untuk apa kita ikut berpartisipasi politik sedangkan orang yang terlibat langsung atau kita sebut politikus itu sendiri tidak mengurusi kita, sebagian dari mereka hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri tanpa mempedulikan cara apa yang mereka lakukan. Maka tidak salah apabila masyarakat apatis mengatakan bahwa apa itu politik, politik ialah perebutan kekuasaan, kecurangan, pembodohan massa, licik, dan lain sebagainya.
Semua itu kita kembalikan kepada pola piker kita sendiri, apabila kita inginkan kemajuan di Negara kita, kita harus ikut aktif dalam memajukan Negara dan mau mengambil segala resiko dari apa yang kita lakukan. Negara demokrasi ialah Negara yang mementingkan kehendak rakyat di atas segalanya, jadi apabila kita sebagai rakyatnya tidak mau ikut berperan dalam memajukan Negara sendiri bisa kita bayangkan bagaimana hancurnya Negara kita ini nantinya.



















Daftar Referensi

Budiardjo, Miriam 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Maran, Rafael Raga 2007, Pengantar Sosiologi Politik, Rineka Cipta, Jakarta .
Thio, Alex 1989, Sociology : An Introduction, Harper & Row, New York.
Philipus & Aini, Nurul 2006, Sosiologi dan Politik, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Michael, Rush & Althoff, Phillip 2007, Pengantar Sosiologi Politik, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar